Secara umum pesantren atau pondok bisa didefinisikan sebagai lembaga pendidikan agama Islam dengan sistem asrama atau pondok, di mana kyai sebagai figur sentralnya, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama Islam di bawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya.
TERMINOLOGI PESANTREN
Dalam pemakaian sehari-hari, istilah “pondok pesantren” bisa disebut dengan pondok saja, atau kedua kata ini digabung menjadi pondok pesantren. Pada prinsipnya kedua istilah ini mengandung makna yang sama, kecuali sedikit perbedaan. Asrama yang menjadi penginapan santri sehari-hari dapat dipandang sebagai pembeda antara pondok dan pesantren.
Pesantren, santrinya tidak disediakan asrama (pemondokan) di kompleks pesanten tersebut; mereka tinggal diseluruh penjuru desa sekeliling pesantren (santri kalong) dimana cara dan metode pendidikan dan pengajaran agama Islam diberikan dengan sistem wetonan yaitu santri datang berduyun-duyun pada waktu tertentu.
Dalam perkembangannya, perbedaan ini ternyata mengalami kekaburan. Asrama (pemondokan) yang seharusnya sebagai penginapan santri-santri yang belajar untuk memperlancar proses pendidikan dan belajar-mengajar serta menjalin hubungan guru-murid secara akrab, yang terjadi di beberapa pondok justru hanya sebagai tempat tidur semata bagi pelajar-pelajar sekolah umum. Mereka menempati pondok bukan untuk thalb ‘ilm at-Dīn, melainkan karena alasan ekonomis.
Untuk memahami apa hakekat dari pondok, berikut sedikit gambaran tentang riwayat apa yang dinamakan pondok.
RIWAYAT APA YANG DINAMAKAN
“PONDOK”
Menurut riwayat, mula-mula ada seorang kiyai, kemudian datang beberapa santri memohon untuk diterima menjadi santri. Santri tersebut ingin belajar ilmu pengetahuan dari kyai tadi. Semakin hari semakin banyak santri yang datang, akhirnya tak dapat lagilah mereka tinggal di rumah kiyai itu, sehingga timbul inisiatif untuk mendirikan pondok-pondok atau kombongan atau dangau atau gubuk-gubuk di sekitar masjid dan di sekitar rumah Kyai itu tadi. Itulah asalnya sehingga dinamakan pondok.
Jadi yang pertama kali ada adalah seorang kyai yang dengan jiwa ikhlasnya ingin mengajar, menyebarkan ilmunya serta beberapa santri yang dengan jiwa ikhlasnya ingin belajar dan menuntut ilmu dari kyai. Karena santri tadi memohon maka yang membikin Pondok itu ialah santri-santri sendiri. Bukan kyai yang mendirikan, bukan kyai yang membikinkan. Yang merawat dan menjaganya juga santri-santri sendiri. Semuanya dari santri untuk santri.
Kalau bikin pondok (bangunan) dulu, lantas pasang advertensi/iklan cari murid ini namanya HOTEL yang cari-cari penumpang/penghuni. Hotel disewakan, penghuni membayar sewanya, sesudah itu berhak tinggal dengan seenaknya. Dan terkadang kalau kotor lantas panggil jongosnya untuk membersihkannya. Kadang kalau ada kekurangan bisa mengeluh dan seenaknya menuntut ganti rugi. Dst….dst….
Pondok bukan hotel. Ia kepunyaan bersama. Kepunyaan bersama tidak berarti lantas boleh dibagi, masing-masing mengambil yang dimauinya, tidak ! kepunyaan bersama artinya adalah sama-sama membangun, sama-sama merawat, sama-sama menjaga, sama-sama membina, sama-sama mengembangkan, sama-sama mendo’akan, dan sama-sama memberi.
Setiap datang pelajar baru, berarti tambah satu orang anggota, yang turut serta bertanggung jawab terhadap keberesan Pondok itu. Pembayaran yang kita berikan, hanya sebagai iuran (urusan pondok/sekolah) bukan berarti sewa atau upah. Sebenarnya kurang, namun karena berkahnya kebersamaan semuanya dapat dijalani dan dinikmati dengan penuh rasa kebersamaan. Uang iuran tersebut digunakan untuk kepentingan dalam pondok, seperti memperbaiki pondok-pondok yang telah didirikan oleh kakak-kakak dan santri terdahulu. Itulah self berdruifing sistem namanya; sama-sama membayar iuran, sama-sama dipakai.